"The Notebook", Saat Hati Harus Mmilih, Kesempurnaan ataukah Kenyamanan?
‘Feels like Home’…itulah yang selalu saya katakan bila ada pertanyaan mengenai pasangan yang saya inginkan. Seseorang yang bisa membuat saya nyaman untuk bercerita, berbagi pengalaman, dan berbagi suka duka. Nyaman, seperti berada di rumah. Ke manapun kita pergi, ke mana pun kita berpaling, kita akan tetap kembali kepadanya.
The Notebook, film yang diangkat dari novel best seller karya Nicholas Spark ini menggambarkan secara jelas bagaimana hati dihadapkan pada pilihan antara kesempurnaan dan ke’nyaman’an. Dua pemain utama dalam film favorit saya ini, Ryan Gosling dan Rachel McAdams, mampu membawa emosi penonton seakan merasakan sendiri apa yang dialami sang tokoh utama.
Sepasang remaja mengawali cinta musim panas mereka yang berkembang ke dalam hubungan cinta yang intim. Allie Hamillton, putri dari keluarga kaya yang sedang menghabiskan liburan musim panas di North Carolina. Noah Calhoun,
cowok kampung yang bekerja di penggergajian, ia cerdas dan puitis. Noah
jatuh cinta sejak pertama kali melihat Allie di pasar malam.
Selama liburan, Allie melewatkan
hari-hari indah bersama Noah, melakukan hal-hal yang sama sekali baru
baginya. Keduanya merasa seakan sudah saling mengenal sejak lama.
Lucunya, sebenarnya mereka tidak cocok dalam banyak hal. Bahkan mereka
sangat berbeda dalam segala hal, loh! Selalu terjadi cekcok dan
pertengkaran setiap harinya. Tetapi di samping perbedaan-perbedaan itu,
mereka memiliki satu persamaan penting, mereka saling mencintai,
tergila-gila satu sama lain!
Menjelang akhir musim panas itu, Noah mengajak Allie mengunjungi rumah
tua di perkebunan Windsor. Bisa dibilang, rumah ini sudah sangat tidak
layak untuk dihuni. Tanpa mempedulikan kerusakannya, dengan pe de, Noah
mengatakan pada Allie bahwa kelak Ia akan membeli rumah ini dan
memugarnya kembali menjadi rumah besar bercat putih dengan serambi luas
di sekitarnya, serta ruang melukis di lantai atas yang menghadap
langsung ke danau, sesuai impian Allie. Mereka melewatkan berjam-jam
bersama di rumah tua itu, membicarakan segala impian mereka.
Namun sayang, dua sejoli ini terpisahkan oleh Anne,
ibunda Allie, yang sangat tidak menyetujui hubungan itu. Anne bukannya
tidak menyukai Noah, tetapi karena menganggap cowok miskin itu tak
pantas untuk putrinya. Orang tua Allie memutuskan segera kembali ke
Charlestown.
Kepergian Allie membawa serta sebagian diri Noah dan seluruh sisa musim
panas itu. Noah putus asa dan menyesal tak sempat menahan atau
mengantarkan kepergian Allie, justru pertemuan terakhir mereka ditutup
dengan pertengkaran.
Setiap hari ia tulis surat untuk Allie
selama 365 hari, namun sayang, tak sekalipun Ia terima surat balasan.
Kedua pasangan itu tak mengetahui bahwa surat Noah tidak pernah
disampaikan oleh Anne kepada putrinya.
Akhirnya setelah setahun tanpa berita,
Noah memutuskan untuk meninggalkan semua kenangan tentang Allie dan
memulai hidup baru, sehingga ia menuliskan surat terakhirnya, surat
ke-365.
Noah dan Fin, sahabatnya, memutuskan mengikuti wajib militer Perang Dunia II ke Afrika Utara dan Eropa. Sementara Allie menjadi relawan merawat tentara korban perang.
PD II memang memang memisahkan mereka, namun kenangan tetap menghantui keduanya.
Allie dibuat jatuh cinta oleh Lon Hommand Jr,
tentara yang pernah dirawatnya saat PD II berlangsung. Pria yang
akhirnya meminangnya itu benar-benar figur sempurna pilihan orang tua
Allie, pria sukses, lucu, cerdas, tampan, dan mempesona.
Saat Lon melamarnya di suatu pesta
dansa, Allie menerima dengan sepenuh hati. Namun ia tak mengerti,
mengapa di saat dia mengatakan ‘I do’ kepada Lon, wajah Noah hadir dalam
benaknya?
Masalah timbul di tengah persiapan pernikahannya, saat Allie melihat
foto Noah dengan rumah besar bercat putih hasil kerja kerasnya sendiri, di
sebuah harian lokal. Allie merasa harus memastikan perasaannya sebelum
mantap dengan keputusan pernikahannya. Ia pun meminta ijin Lon untuk
menyendiri beberapa hari dengan alasan menghilangkan tekanan akibat
persiapan pernikahan. Kenyataannya, perjalanan itu membawa kembali
romantisme antara Allie dan Noah di Seabrook.
“Kenapa kau tidak menyuratiku?” tanya
Allie di tengah derasnya hujan di tepi danau Bices Creek. “Aku
menunggumu selama tujuh tahun!”
Noah keheranan mendengar pertanyaan
Allie. Tak terima dengan pertanyaan itu, dengan sedikit emosi Ia
menjelaskan tentang 365 surat yang tak pernah berbalas.
Kehadiran Anne di rumah Noah yang
memberitakan akan pencarian Lon ke Seabrook membuyarkan berseminya cinta
lama Allie pada pria kampung yang tampan itu. Anne berusaha meyakinkan
putrinya mengenai keputusannya kembali bersama Noah ini harus
dipikirkannya lagi secara matang.
Anne memberi gambaran pada Allie dengan
mengajaknya melihat sosok pekerja galian yang tak lain adalah mantan
kekasih Anne. Ia pun pernah memiliki cerita cinta yang tak berbeda
dengan Allie dan Noah. Seandainya dulu Anne memilih bersama pria itu
mungkin kehidupannya akan menyedihkan dan tidak semapan bersama ayah
Allie. Inilah keputusan besar yang harus diambil Allie pula. Ingin tetap
bersama pria kampung ataukah bersama Lon yang sukses? Cara Anne
memisahkan Allie dengan Noah adalah demi kebaikan putrinya itu.
Noah marah dengan keputusan Allie untuk
kembali menemui calon suaminya yang sedang berada di kota kecil itu. Ia
menuduh Allie bahwa keputusannya bukan berdasarkan hati tetapi karena
keamanan, yaitu ‘uang’.
“Kamu bosan!” seru Noah kepada Allie.
“Kamu tidak akan datang ke sini jika tidak ada sesuatu yang hilang!
Tidak bisakah kamu tinggal denganku?”
Allie tetap bertahan dengan
keputusannya, karena merasa akan sia-sia. Ia dan Noah telah kembali
bercekcok seperti dulu. Tidak ada yang perlu dipertahankan. Ia pun
merasa bersalah kepada Lon.
“Aku tidak takut,” kata Noah dengan nada tinggi. “Ini tidak akan mudah, akan sangat sulit, kita akan selalu bertengkar dan baikan, akan selalu begitu, tetapi aku ingin kita lakukan..karena aku menginginkanmu. Aku ingin dirimu seutuhnya, kamu dan aku selamanya.”
Kalimat yang diucapkan Noah dan untaian
kalimat dalam surat-surat Noah yang dibawa Anne kepadanya membuat
bimbang hati Allie. Bagaimanakah keputusan Allie? Apakah memilih Lon
yang sempurna dan bisa menjamin hidupnya ataukah mengikuti kata hatinya,
di mana ia merasa seperti di ‘rumah’, di mana ia merasa nyaman?
So, keputusan apa yang teman-teman pilih kalo berada di posisi Allie? Kenapa?
ohh yah sdikit gambarann... nihh ending'nya^^
Source: http://leonisecret.com/the-notebook-saat-hati-harus-memilih-kesempurnaan-atau-kenyamanan/comment-page-1/#comment-19895